Jumat, 12 November 2010

Peran perempuan dalam pemerintahan

Kita tahu bahwa dalam UU no.10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif dan UU no.2 tahun 2008 tentang partai politik ( parpol ) kuota keterlibatan perempuan dalam dunia politik adalah sebesar 30 %, terutama untuk duduk di parlemen, bahkan dalam pasal 8 butir di UU no.10 tahun 2008, disebutkan pernyataan sekurang-kurangnya 30 % keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah satu persyaratan parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu, dan pasal 53 UU menyatakan bahwa daftar bakal calon peserta pemilu juga harus memuat sedikitnya 30 % keterwakilan perempuan.


Dalam hal kuota tersebut, sebagian perempuan memag merasa bahwa, mereka juga sudah di beri esempatan untuk berpolitik, tapi sebagian perempuan lain, termasuk saya malah berfikir, kenapa sih mesti di persen-persenkan, dengan berarti ini termasuk ketimpangan dan juga ketidak adilan, perempuan di diskriminasi, serasa di bedakan dan pasti ujung-ujubgnya subordinasi juga, yaitu sebuah posisi atau peran yang merendahkan nilai peran yang lain atau menomorduakan perempuan, dalam politik perempuan umumnya dianggap hanya pelengkap, sehingga kehadirannya sama sekali tidak di perhitungkan.


Nah muncul pengembangan pikiran, partisipasi prempuan yang 30 persen saja tidak pernah terpenuhi, kenapa mesti menuntut untuk mau di sejajarkan, dan tak au dipersen-persenkan ?. itu dia, karena kurangnya keterlibatan perempuan yang di sebabkan beberapa faktor yaitu ; tata nilai sosial dan budaya yang bias gender, dengan dominasi maskulin dalam kehidupan masyarakat, peraturan dan sistem hukum yang banyak bias gender dengan mengutamakan laki-laki dibanding perempuan, kebijakan dan program pembangunan yang cenderung mengutamakan partisipasi laki-laki dari pada perempuan, dan akses-akses yang tidak ada sisi regulasinya, dalam implementasi, ini yang jadi masalah.


Kembali ke kuota tadi, kalau kita bicara persen-persenan, berarti kita bicara soal angka, soal hitung-hitungan, dan kembali lagi kita kesifat perempuan, perempuan itu sensitif, ketika melihat peraturan bahwa hanya 30 persen kuota perempuan bisa duduk di kursi legislatif, perempuan akan berfikir, biarlah kasih kesempatan yang lain saja, contoh besarnya seperti ini, dalam satu lembat lowongan pekerjaan, di situ tertulis, dibutuhkan 3 orang tenaga kerja, dngan sgla mcam prosudernya, dipikiran orang, akan berkata sama, bahwa Ah, cuma 3 orang , kasih kesempatan yang lainnya saja,, Nah coba kalau isi lowongannya seperti ini dibutuhkan tenaga kerja dengan segala prosedurnya, maka dijamin banyak yang mau, karena sama sekalai tidak ada batasan, sama dengan kuota 30 persen itu, kalu bisa jangan di persen-persenkanlah, supaya perempuan tidak merasa di batasi.


Tak banyak yangbisa paparkan disini,karena saya tahu, saya orang awam, namunsaya tegaskan, bahwa secara teori, islam membrikan kemerdekaan, bagi perempuan untuk memeiliki kemerdekan, atau kemandirian dalam hal politik, ekonomi, dan juga memiliki kemerdekaan atau kemandirian dalam menentukan pilihan-pilihan pribadi yang di yakini kebenarannya, sekalipun harus berhadapan dengan suami bagi wanita yang sudah kawin, atau menentang pendapat orang banyak bagi perempuan yang belum kawin ( al-nahl 92, al-tahrim 11,12 ).


Sekali lagi saya sangat awam dalam dunia pemerintahan, namun saya adalahperempuan yang ingin memotivasi para perempuan-perempuan lain untuk bisa bangkit dari keterpurukan dan ketermarginalan yang selama ini sering jadi pemahaman atau kultur masyarakat, bahwa politik itu identik dengan laki-laki, dan inilah yang perlu di luruskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar